Friday, February 15, 2013

Membedah Taktik Terhebat ala Guardiola

Jakarta - Segera setelah musim ini selesai, Josep Guardiola akan mengakhiri "cuti" satu tahunnya. Dunia akan melihat apakah ia bisa menjadikan Bayern Munich seperti ia pernah menyulap Barcelona sebagai tim terbaik dunia.

Barcelona telah lebih dulu memiliki legenda (terbesarnya) dalam diri Johan Cruyff. Di sana orang Belanda ini sukses sebagai pemain maupun pelatih. Tak mungkin dipungkiri, dengan Total Football-nya Cruyff memiliki pengaruh yang kuat dalam filosofi bermain sejak 1988 -- dan kelak gaya bermain itu merintis apa yang kini telah menjadi trade mark brilian klub Catalan ini: tiki-taka.

Secara kuantitas, mungkin sulit ditemukan pelatih yang bisa mengumpulkan 14 trofi hanya dalam tempo empat tahun, seperti yang telah dicapai Guardiola. Cruyff saja “cuma” memenangi 11 piala selama delapan tahun. Namun begitu, perlu diskusi panjang untuk menyimpulkan siapa tim terbaik sepanjang sejarah. Untuk menyebut kandidat, tentu saja ada beberapa nama yang layak dimasukkan misalnya Hongaria 1954, Brasil 1970, Jerman 1972, Belanda 1974, dan tentu saja Barca di era Guardiola.



Dalam tulisan ini saya mencoba menguraikan kenapa Barcelona 2008-2010 besutan Pep sangat pantas dihitung sebagai yang terbaik. Secara taktik tiga variabel Guardiola adalah "segitiga", tiki-taka, dan on-front defense pressing system.

Prinsip pola bermain Barcelona adalah 4-3-3, tetapi di dalam prinsip ini ada sebuah pola roaming yang sangat brilian -- saya menyebutnya dengan the triangle roaming. Triangle roaming maksudnya adalah pola posisi pemain saat sedang berada di lapangan, baik ketika bertahan (lawan memegang bola), maupun ketika menyerang (tim memegang bola). Jika diperhatikan, pemain Barca era Pep hampir selalu membentuk pola segitiga terhadap lawannya di manapun posisi mereka. Bahkan pola "segitiga" ini sampai terintegrasi juga dengan Victor Valdes, sang kiper.

Pola seperti ini sangat mematikan, karena secara imajiner, pola ini seakan-akan mengaktualisasi seorang lawan menjadi seorang diri, dan menjadi sangat efektif dalam mengalirkan bola. Secara imajiner pula, pola roaming ini mengondisikan lawan menjadi 1 lawan 3. Untuk menjalankan pola ini diperlukan pergerakan yang dinamis dari para pemain. Itulah kenapa Zlatan Ibrahimovic tidak disukai oleh Pep, karena ia termasuk pemain yang kurang agresif dalam off-the-ball.

Dalam hal bertahan, pola roaming ini juga menyulitkan lawan. Pola ini membuat pemain-pemain Barca seakan-akan ada di mana-mana, di seluruh penjuru lapangan seakan-akan terisi oleh mereka. Inilah yang membuat lawan sulit mengembangkan permainan.

Salah satu penemuan besar Guardiola adalah tiki-taka ala Barca. Mungkin pernah ada yang mempraktekkan gaya bermain ini, tapi menurut saya belum ada yang menjadikan porsi tiki-taka sebanyak dan sedominan Guardiola. Tiki-taka adalah melakukan short-pass dengan frekuensi sebanyak-banyaknya dan kecepatan pass secepat-cepatnya. Namun, yang paling khas dari tiki-taka Guardiola ini adalah pendeknya jarak antarpelaku, dan dengan passing "tidak penting" yang seakan-akan ke situ-situ saja.

Di balik anomali gaya itu, efeknya sangat destruktif. Tujuan utama dari tiki-taka ini adalah memancing lawan untuk merebut bola, sehingga lawan lupa akan pola pertahanan mereka sendiri, dan dengan mudahnya pemain-pemain Barca mengacak-ngacak pertahanan musuh. Lagipula, seperti kata pepatah sepakbola dan pelatih fiktif Erik Dornhelm dalam film Goal!: "Nobody moves faster than the ball", Guardiola telah mengoptimalisasi teori itu dengan menjadikan passing sebagai senjata utama di dalam timnya.

Satu lagi variabel taktikal yang menjadikan Barcelona-Guardiola sangat menakutkan adalah on-front defense pressing system. Banyak yang berkata, "Barcelona bertahan di depan". Hal ini benar, karena memang pressing yang dilakukan pemain-pemain Barca sudah lebih dulu dilakukan di depan, sebelum nantinya bola masuk ke daerah pertahanan mereka sendiri.

Strategi ini bersifat antisipatif, dan hebatnya pemain depan seperti Messi atau Pedro melakoni role ini dengan sangat baik, penuh determinasi, dan "ikhlas". Kunci dari strategi ini adalah pressing yang terintegrasi, seperti filosofi implisit dari Total Football, yaitu seluruh pemain melakukan pressing secara bersamaan dan dengan timing yang bersamaan pula. Itulah mengapa, tim sekelas Manchester United pun tidak berdaya dalam membangun permainan di final Liga Chamions 2009, karena mereka sudah ditekan sejak bola berada di daerah pertahanan mereka sendiri. Bahkan seorang Paul Scholes pun menjadi gugup ketika ia ditekan ramai-ramai oleh pemain Barca.

Untuk mengontraskan dan mendalami pemahaman variabel-variabel taktikal Guardiola ini perlu diperhatikan transformasi gaya permainan Barcelona era Guardiola ke era Tito Vilanova, yang menurut saya tetap ada perbedaan. Di era Guardiola, short pass seperti sebuah prosedur dan kewajiban yang harus ditepati. Ketika tim sedang ditekan di area pertahanan sendiri pun, mereka tetap harus melakukan short pass, alih-alih melakukan long pass clearance. Bila diperhatikan dengan seksama, bahkan corner kick di era Guardiola juga selalu dieksekusi dengan sebuah short pass, satu hal "sepele" yang jrang terlihat di era Vilanova. Bagi para pecinta possesion football, melihat tim Guardiola, seperti melihat sebuah angan-angan yang telah lama dinanti. Inilah yang dikagumi dari sosok sang fenomenal. Sebegitu sempurnanya ia mendesain sistem permainan sebuah tim.

Barcelona era sekarang (Vilanova), warisan Guardiola tetap terlihat nyata. Wajar. Dulu pun Guardiola dicap sebagai "penikmat" (sekaligus penyempurna) gaya Frank Riijkard. Di era Vilanova, yang tidak lagi terlihat dominan adalah pola segitiga roaming, dan 99%-short pass system of play. Seringkali, Barcelona sekarang, memainkan bola-bola atas yang di era Guardiola adalah sesuatu yang langka, walaupun memang, porsi bola-bola atas ini tetap saja minimal/sedikit. Begitupun dengan pola yang sudah tidak "sesempurna" Barca-Guardiola. Namun, Barcelona yang "bertahan di depan" serta tiki-taka masih tetap ada dan tampaknya sangat diadopsi betul oleh Vilanova. Publik akan menunggu, seberapa banyak piala yang bisa dipersembahkan Tito.

Musim depan Guardiola akan bekerja lagi setelah ia memutuskan menerima pinangan Bayern Munich. Pertanyaan paling gampang adalah, akankah Bayern ia sulap menjadi tim yang digjaya dan dominan juga? Apakah Guardiola akan tetap memakai gaya yang sama dengan tim Barcelona-nya? Ataukah ada modifikasi dari gaya lama? Ataukah ia akan menelurkan inovasi baru lagi di atas lapangan?

Saya yakin, semua pecinta sepakbola menantikan kiprah Guardiola di tempat barunya kelak, di lingkungan dan kultur sepakbola berbeda. Menyitir sebuah ucapan Carlo Ancelotti yang menyebut orang Spanyol itu adalah sesosok inovator dalam sepakbola, saya berani mengatakan bahwa Guardiola salah salah satu penemuan terbesar dalam sepakbola.


==

* Penulis adalah pemerhati sepakbola, tinggal di Cimanggis, Depok. Akun twitter: @amalganesha







( a2s / roz )

0 comments

Post a Comment