Sunday, May 12, 2013

Kalahkan Raksasa dengan Identitas Sendiri, Tanpa Bermain Pragmatis


Magis Piala FA kembali! Terakhir kalinya tim underdog mengalahkan tim unggulan di final Piala FA terjadi hampir 25 tahun lalu, yaitu saat Wimbledon mengalahkan Liverpool pada 1988. Berkat gol tunggal pemain substitusi, Ben Watson, di menit ke-90, Wigan pun mengulangi dongeng ini kembali.

Selain karena meraih piala pertama dalam 81 tahun sejarah klub lewat gol di menit-menit terakhir, lewat shot on target pertamanya, dan dengan skuad yang dilanda cedera, kemenangan Wigan pun terasa spesial karena mereka melakukan caranya sendiri. Ya, ketika banyak tim non-unggulan lebih memilih untuk menghadapi lawan dengan cara bertahan, tanpa takut Wigan tetap setia pada filosofi sepak bola menyerang yang dimainkan Roberto Martinez.

Hasilnya hampir selama 90 menit Wigan pun mampu mengimbangi permainan Manchester City. Bahkan, melalui aksi McManaman yang bermain di sayap kanan, Wigan pun berkali-kali mampu menembus pertahanan City dan mengancam gawang yang dikawal oleh Joe Hart. Hanya saja, penyelesaian akhir dari lini depan Wigan memang acap kali mengecewakan.

Lalu bagaimana caranya The Latics mampu mengalahkan para bintang yang bertaburan di Manchester City dengan caranya sendiri?

Susunan Pemain

Berbeda dengan City yang bermain dengan tim inti yang komplit, Wigan datang tanpa beberapa pemain terbaiknya. Memang, Jean Beausejour, Ronnie Stam, Ivan Ramis, serta Maynor Figueroa terpaksa harus puas menyaksikan dari pinggir lapangan karena cedera. Bahkan, sang center back, Antolin Alcaraz, sendiri baru saja pulih dari cedera hamstring yang didapatnya tiga minggu lalu.

Tanpa kehadiran Figueroa, salah satu center back andalan Martinez, Wigan tetap menggunakan susunan 3 bek + 2 wing-back dalam formasi 5-4-1. Namun, alih-alih memasang Gary Caldwell sebagai pembangun serangan pertama dari belakang, Martinez lebih memilih duet Paul Scharner dan Alcaraz di jantung pertahanan.

Ini dilakukan untuk memperkuat lini pertahanan. Scharner, yang biasanya naik untuk menyerang bersama dengan Figueroa, pun diinstruksikan untuk tetap disiplin bermain di belakang dan mengantisipasi serangan City.

Di lini depan, Martinez tetap mempertahankan kombinasi favoritnya di piala FA, yaitu Arouna Kone sebagai ujung tombak, ditopang Shaun Maloney di second line, dan Callum McManaman di sayap kanan. Sementara James McCarthy–Jordi Gomez berduet di lini tengah dan bermain lebih dalam dari Kone-Maloney-McManaman.

Di kubu City, Mancini menurunkan starting line-up yang biasa ia mainkan, yaitu formasi 4-2-3-1, dengan duet Gareth Barry-Yaya Toure di lini tengah, David Silva sebagai playmaker, dan Carlos Tevez-Sergio Aguero yang bergantian sebagai ujung tombak.

2 vs 3 di Tengah

Walau mencatatkan 11 attempts (4 diantaranya on target) di babak pertama, bisa dikatakan serangan City sendiri tak setajam dan selancar biasanya. Penguasaan bola sebanyak 51% diambil alih oleh Wigan dan bahkan open play attempts City yang berpeluang besar jadi gol hanya datang satu kali.

Ini terjadi ketika bola cut-back Silva dapat disambar oleh Tevez yang menusuk masuk ke kotak penalti, memanfaatkan celah lini pertahanan Wigan yang tertarik ke kiri oleh pergerakan Silva. Namun, Joel Robles, kiper muda deputi Al Habsi, mampu mementahkan peluang City tersebut.

Salah satu fPGEgaHJlZj0iaHR0cDovL2FkaXByYW1hbmEuY29tLzIwMTIvMTEvcmF5LXNhaGV0YXB5LWtlYmFueWFrYW4tYWt0b3ItaW5kb25lc2lhLWFnYWstbGVtYmVrLmh0bWwNIiB0YXJnZXQ9Il9ibGFuayIgcmVsPSJub2ZvbGxvdyI+YWt0b3I8L2E+ yang membuat aliran City tidak berkembang di babak pertama adalah terhambatnya duet Barry-Toure di daerah pertahanan sendiri. Ini dikarenakan McCarthy-McArthur-Gomez yang kerap bermain rapat di area tengah saat kehilangan bola.

Menggunakan 5 bek untuk menghadapi 2 striker City, Wigan sendiri kerap memiliki satu bek yang bisa naik ke tengah untuk membantu pertahanan di lini tengah. Di pertandingan ini, McArthur mengambil alih tugas ini, sementara Boyce menjaga area yang ditinggalkan McArthur.



Dengan tekanan yang diberikan oleh trio Wigan di lini tengah, Toure yang biasanya jadi pembangun serangan City kehilangan ruang untuk mengalirkan umpan. Barry yang beroperasi sebagai hard defensive midfielder juga seakan kehilangan fungsinya. Ini dikarenakan McArthy

Dengan memasang 4 pemain depan yang memang sering beroperasi di sepertiga lapangan akhir (Nasri, Aguero, Tevez, Silva), dan Barry-Toure yang tertambat di daerah pertahanan sendiri, terbentuk gap antara lini tengah dan lini depan City. Karena itu, Toure lebih sering mendistribusikan bola melalui Clichy atau Zabaleta yang membantu menyerang melalui sayap.

Selain itu, terhambatnya duet Barry dan Toure untuk mengalirkan bola, meski hanya beberapa waktu, membuat lini pertahanan Wigan memiliki waktu untuk mengorganisir diri dan membentuk dua baris. Satu baris berada di dalam kotak penalti, dan satu berada tepat di luar kotak penalti.

Rapatnya barisan pertahanan Wigan ini membuat Silva, maupun Tevez atau Aguero, kehilangan ruang untuk berkreasi. Tercatat total hanya 4 key-passes yang mampu dibuat oleh Silva dan Tevez di babak pertama sementara Aguero tidak membuat key-passes satu pun.

Wigan Menjaga Lebar Permainan

Formasi 5-3-1 yang diusung oleh Martinez sering kali berubah jadi 3-5-2 saat menyerang. Ini dilakukan dengan cara Roger Espinoza (bek kiri) yang naik menyerang sementara Maloney akan bergerak hampir sejajar dengan Kone untuk memberikan tekanan pada dua center back City. Bermain sebagai wing back kanan, McArthur sendiri jarang naik untuk menyerang. Areal lateral kanan lapangan diserahkan seluruhnya pada McManaman.


Satu catatan khusus mesti diberikan juga pada Espinoza. Dengan energinya, ia mampu mendominasi sayap kiri lapangan, baik saat bertahan maupun menyerang. Mesti harus berhadapan dengan Zabaleta dan membantu menyerang, Espinoza sendiri jarang telat turun untuk menutup area pertahanannya. Peran sentral Espinoza ini terutama terlihat di babak pertama. Dengan 30 passing-nya, Espinoza jadi pemain dengan catatan passing tertinggi untuk Wigan di 45 menit pertama.

Dengan Espinoza di sayap kiri, dan McManaman di sayap kanan, sering berlari dekat garis pinggir lapangan, Wigan sendiri memastikan agar permainan terentang lebar. Ini juga dilakukan untuk memanfaatkan kedua fullback City yang sering naik ke atas membantu serangan.

Ini yang terjadi di babak pertama, saat McManaman mendapat peluang pertama untuk Wigan (lihat grafik di bawah). Alcaraz yang naik dari sisi kiri lapangan (dengan Espinoza berlari di belakangnya), memberikan umpan lambung pada McManaman yang menusuk dari kanan. Lini pertahanan City yang terentang lebar pun dengan mudah ditembus oleh McManaman yang memang memiliki kemampuan dribbling yang baik.



Maloney yang memainkan peran no. 10 di pertandingan ini pun jadi kunci dalam serangan Wigan yang memanfaatkan lebar lapangan. Saat Espinoza atau McManaman akan menusuk masuk, maka acap kali Maloney menjemput bola ke area keduanya dan bergerak di daerah sayap.

McManaman–Kone Saat Serangan Balik

Keunikan serangan Wigan sendiri adalah perbedaan dua duet di depan saat membangun serangan dari bawah, dan saat adanya serangan balik. Ketika serangan dimulai dari McArthur atau Gomez di tengah, maka, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Maloney dan Kone akan memberikan tekanan pada dua center back City.

Namun, saat dalam posisi diserang, Maloney akan turun kebawah membantu pertahanan di lini tengah. Sementara itu, McManaman dan Kone-lah akan menunggu di depan sebagai tumpuan utama serangan balik. Dengan kemampuan dribling-nya, McManaman sendiri pas untuk digunakan dalam serangan balik untuk mengeksploitasi ruang yang ditinggalkan pemain City.

Ini terlihat di skema serangan balik pada grafik di bawah ini. Koney akan memberikan tekanan pada center back, sementara McManaman yang menerima bola dari Maloney akan melewati pemain City dengan dribble.




Di pertandingan ini, McManaman sendiri mencatatkan satu angka fantastis melalui dribble-nya, yaitu 10 kali! Angka ini lebih besar dari total dribble yang dilakukan oleh pemain-pemain City, yaitu sebanyak 8 kali (Milner 3, Tevez 2, Aguero 2, Silva 1).

Substitusi

Meski Martinez sukses dalam substitusinya dengan memasukkan Ben Watson, yang kemudian cetak gol kemenangan, pergantian pemain yang dilakukan Mancini pun sebenarnya mampu mengubah permainan.

Di menit-55 Mancini memasukkan Milner untuk menggantikan Nasri. Hal ini dilakukan untuk, lagi-lagi, merentangkan permainan. Tevez-Aguero-Nasri-Silva sendiri merupakan tipe pemain yang sering memotong masuk ke kotak penalti, alih-alih bermain dekat di garis lapangan. Karena itu, acap kali pemain City bertumpuk di area tengah sepertiga lapangan akhir. Karenanya, City pun tak mendapat ruang untuk memberikan umpan terobosan atau untuk bergerak hingga ke byline.

Dengan masuknya Milner, City mengganti cara bermain dan mulai melakukan crossing untuk menembus kotak penalti Wigan. Ini terbukti dengan meningkatnya jumlah crossing City di babak kedua. Di 45 menit pertama, Silva dan Clichy masing-masing hanya melakukan satu umpan silang saja. Sementara di babak kedua Silva bisa mengirimkan 7 crossing dan Clichy 6 crossing.

Di menit 69, Mancini pun melakukan pergantian keduanya dengan menarik keluar Tevez dan memasukkan Jack Rodwell. Substitusi ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan City di areal tengah. Rodwell akan berduet dengan Barry sementara Toure menyerang di area pertahanan Wigan.

Pergantian ini terbukti ampuh. Aliran bola Wigan dari tengah pun terhambat. McCarthy yang bisa melakukan 29 passing di babak pertama, hanya melakukan 14 kali di babak kedua. Demikian pula dengan McArthur (babak 1–29 passing, babak 2 – 16), dan Gomez (babak 1-34, babak 2-29).

Namun, meski berhasil mengubah permainan, City sendiri belum mampu untuk menembus pertahanan Wigan. Semenjak Rodwell masuk, City hanya mampu menciptakan 3 attempts. Itupun dengan catatan bahwa dua attempts dilakukan dari luar kotak penalti.

Man of The Tournament: Callum McManaman

Ditempatkan di sayap kanan, pemain berusia 22 tahun ini berkali-kali membuat Clichy dan barisan pertahanan City kerepotan. Kemampuan dribbling-nya saat mengeksploitasi area sepertiga lapangan akhir membuat ia kerap dilanggar oleh pemain City. Bahkan, Pablo Zabaleta pun harus diganjar oleh kartu merah setelah dua kali menjatuhkan McManaman kala Wigan melancarkan serangan balik.

Bahkan, McManaman sendiri pantas dinobatkan sebagai Pemain yang sempat dibuang Everton di usia 16 ini tak hanya bermain gemilang di babak final namun juga krusial dalam menopang Wigan sepanjang turnamen. McManaman bermain di setiap pertandingan piala FA untuk Wigan dan mencetak gol di babak kelima, keenam, dan semi final, saat Wigan berhadapan dengan Huddersfield, Everton, dan Millwall.


Kesimpulan

Entah apa nasib yang menanti Wigan setelah meraih piala pertamanya. Klub ini bisa saja terdegradasi dan ditinggalkan pelatihnya, yang digadang-gadang akan menggantikan David Moyes di Everton. Klub-klub besar pun tentu akan mengincar pemain-pemain seperti McManaman dan McCarthy jika saja Wigan tak mampu bertahan di kasta kompetisi tertinggi.

Namun, di balik semua drama lainnya yang akan menanti mereka di pekan depan, setidaknya selama 90 menit Martinez dan Wigan telah menunjukkan satu hal. Bahwa menang dan setia bermain dengan cara sendiri, ada kalanya, tidak perlu dijadikan pilihan. Bahwa ada cara untuk mengembalikan magis Piala FA tanpa mengorbankan keindahan di lapangan hijau, walau dengan skuat yang minim bintang.

Selamat, Wigan!

====

*akun Twitter penulis: @panditfootball

(roz/roz)

0 comments

Post a Comment